Dhaman Dalam Tinjauan Syariat Islam


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgjzDJd1vExv54-Km0ZdG6lbuOIPTD64btI6TklhSWxii283cfYSjdmydAb0dlgb-ZssLQMtd2K6iEKprVvDqGlOeqAK9GAILgNcJZw4R8pq1FwPpx_qg_e5UjW2mQ33uO6_JMBj1sYA00j/s200/penanggungan-borgtocht.jpg


BERBICARA tentang masalah ekonomi tentu tak sedikit orang yang merasa kebingungan akan hal ini. Sebab, materi mau tidak mau sangat penting dan berarti dalam hidup ini. Maka, tak heran jika kita banyak menemukan orang yang rela meminjam uang pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, tak sedikit pula orang yang kesulitan melunasi utang-utangnya atas sebab-sebab tertentu. Dan tidak semua orang bersikap buruk, ada pula orang yang rela melakukan dhaman pada orang yang berutang. Apa itu dhaman?

Dhaman ialah menanggung utang orang yang berutang, misalnya si A mempunyai piutang pada si B dan ingin memintanya, kemudian si C yang dibenarkan bertindak berkata, “Utang tersebut berada dalam tanggunganku dan aku yang akan menanggungnya.” Dengan cara yang seperti itu, si C menjadi dhamin (penanggung) dan si A berhak meminta piutangnya pada si C. Jika si C tidak menempati janjinya, si A meminta si B membayar utangnya.

Dhaman diperbolehkan berdasarkan dalil-dalil berikut:

Firman Allah Ta’ala, “Penyeru-penyeru berkata, ‘Kami kehilangan piala raja dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta dan aku menjamin terhadapnya’,” (Yusuf: 72).

Sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Penanggung itu penjamin ,” (Diriwayatkan Abu Daud dan At-Tirmidzi meng-hasan-kan hadits ini).

Sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Kecuali jika salah seorang dari kalian berdiri kemudian menanggungnya,” (Diriwayatkan Al-Bukhari).

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda seperti di atas tentang orang yang meninggal dunia dengan meninggalkan utang dan tidak bisa melunasinya, kemudian beliau menolak menshalatinya.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg8jwBjyxzwyzXnStKezdqzeSrjCSOxs5LZn5VhvE5DCInN7P_OLUwo_xJlBzVJ-YhY7y4A20OvjRO-lN_y29HtWjKNfFHmQH8DJc2rFuabAagOuGDBbn25cvpauOR94_Vug59BK_tD4Qw/s1600/tyij.jpeg

Di antaranya hukum-hukum dhaman adalah sebagai berikut:

1. Dalam dhaman, disyaratkan adanya kerelaan dhamin (penanggung), sedang pada orang yang ditanggung, kerelaan tidak diperlukan.

2. Hutang madhmun (orang yang ditanggung) tidak lunas kecuali setelah dhamin (penanggung) melunasi utangnya. Jika utang madhmun (orang yang ditanggung) telah melunasi, tugas dhamin (penanggung) selesai.

3. Dalam dhaman, pengenalan terhadap madhmun (orang yang ditanggung) itu tidak diperlukan, karena seseorang diperbolehkan menanggung orang yang tidak dikenalnya, karena dhaman adalah sumbangan dan amal baik seseorang kepada orang lain.

4. Dhaman tidak terjadi kecuali pada utang yang pasti, atau sesuatu yang mengarah kepada kepastian, misalnya ja’alah.

5. Tidak apa-apa dhamin (penanggung) terdiri dari banyak orang dan juga tidak apa-apa dhamin ditanggung orang lain.

Sumber

0 Response to "Dhaman Dalam Tinjauan Syariat Islam"

Posting Komentar